Please Sign the Guest Book :)

Cari Bahan Kuliah

Google
 

Download Bahan Kuliah

Sabtu, 15 Maret 2008

Laskar Pelangi


Laskar Pelangi bersumber dari kisah nyata penulisnya. Andrea dibesarkan dalam tipikal keluarga menegha Indonesia yang lebih sering beresiko njomplang ke bawah daripada naik ke atas, di sebuah kampung miskin yang berbatasan dengan sebuah kerajaan besar PN Timah dengan semua fasilitas yang mewah & mahal di tengah asuhan budaya keluarga yang masih kental dengan nilai-nilai Islami. Sekolah yang diceritakan di sini adalah kelas-kelas berdinding kayu, berlantai tanah, beratap bocor, yang kalau malam menjadi kandang hewan. Tanpa poster burung Garuda, foto presiden dan wakil presiden. Amat sederhana bangunan sekolah itu. Tapi persoalan apapun menyangkut pendidikan tak pernah sederhana....

Menariknya, Andrea mengolah semua itu tanpa terjebak pada keberpihakan primordialitas, penyimpulan yang general dan simplistis yang lagi-lagi menyalahkan kesenjangan ekonomi, atau melarikan persoalan pada isu-isu normatif yang semata-mata bersandar pada dogma-dogma religius. Lewat tuturan masa kecil di sekolahnya dan narasinya yang begitu peka dan kaya akan amatan sosiokultural, Andrea meyakinkan pembacanya ihwal the magic of childhood memories, serta adanya pintu keajaiban untuk mengubah dunia: pendidikan. Dalam Laskar Pelangi tergambar pula kecintaan dan rasa hormat pada para Guru. Bagi Andrea, guru-guru seperti Bu Mus dan Pak Harfan adalah pelita, dalam arti yang sesungguhnya. Karya ini mengajak para pembaca untuk berterimakasih pada sang Guru dan merenungkan jasa-jasa mereka tanpa upacara atau nasihat-nasihat klise.

Laskar Pelangi merupakan sebuah memoar, dan mengolah memoar menjadi novel yang memikat bukan perkara gampang. Nyatanya, Laskar Pelangi menjadi memoar yang sangat menarik. Ia menjadi sebuah karya yang menyentuh secara emosional, tapi juga mencerahkan secara intelektual. Deskripsi yang sangat filmis ihwal nature maupun culture dalam Laskar Pelangi tidak saja mampu menarikan imajinasi membentuk theatre of mind di dalam benak. Lebih dari itu, kekayaan referensi lewat kajian literatur yang diolah menjadi bagian-bagian menarik dalam novel ini mengejutkan layak pula dijadikan setidaknya sebagai awal dari suatu rujukan ilmiah. Novel ini berpotensi menjadi satu diantara sedikit karya yang bakal membuat kita tergugah untuk menjenguk kembali sisa-sisa kenangan masa kecil yang mungkin masih kita miliki, serta menghormati sekolah dasar kita, guru-guru kita, lingkungan kecil kita, teman-teman bandel yang kerap menggoda dan dulu begitu menjengkelkan. Mungkin, itulah satu-satunya yang tersisa dari jati diri kita yang masih memperlihatkan serpih kejujuran setelah hasrat duniawi menopengi kita dengan beragam citra artifisial untuk meraih semua keinginan dalam kerakusan ambisi kita...."

This review originally taken from (http://sastrabelitong.multiply.com/journal)

Tidak ada komentar: